Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep
utama dari aliran behaviorisme:
a. Psikologi adalah cabang eksperimental dari
natural science. Posisinya setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga
introspeksi tidak punya tempat di dalamnya.
b. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya
membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu halangannya
adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi.
Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.
c. Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah
perilaku nyata.
Pandangan
utama Watson
1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R
Psychology). Yang
dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga
perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai
jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi,
juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert,
learned dan unlearned
2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan)
sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar
sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat
ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian
pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh
faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson
sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu
yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan
berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai
obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah
ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini,
meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi
mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total
terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat
banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi
populer.
4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang
obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam
hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal
reports.
5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting,
mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik
anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali
kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu
yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme
lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang
ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung
conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits
adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan
phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya
banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
7. Pandangannya tentang memory membawanya pada
pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan
dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata
lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah
kebutuhan.
8. Proses thinking and speech terkait erat.
Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada
keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak
terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir
atau gesture lainnya.
9. Sumbangan
utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol
dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adaljah ilmu yang
bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli
dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan
kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam
psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen
terkontrol.
Sumber : http://www.psychologymania.com/
Posting Komentar