William James adalah tokoh yang patut dicatat dalam dunia psikologi. Dia dikenal sebagai
ahli Filsafat Pragmatisme. Dalam dunia psikologi, William James banyak
berpengaruh pada Psikologi Agama dan dunia pendidikan.
1. Latar
Belakang William James dan Perkenalan Pragmatisme
William
James (1842-1910), mungkin adalah filsuf dan psikolog Amerika yang paling
berpengaruh, dilahirkan di kota New York , akan tetapi menghabiskan masa
kecilnya di Eropa. Pendidikan dasarnya tidak seperti anak kebanyakan dan
cenderung berganti-ganti, dikarenakan seringnya berpindah dari satu kota ke
yang lain dan juga keinginan ayahnya agar dia lebih berkembang. Dia melewatkan
masa pendidikannya disekolah umum dan dari guru bimbingan pribadinya di Swiss,
Prancis, Inggris dan Amerika. Sejak 1872 hingga 1907, ia menuntut ilmu di
Harvard. Pada mulanya James mempelajari fisiologi, kemudian beralih ke
psikologi, dan terakhir filsafat. Pragmatisme William James memiliki pengaruh
yang cukup dominan dalam filsafat pragmatisme, yang merupakan pemikiran khas
Amerika. Karya-karya William James antara lain Pragmatism, The Will
to Believe, The Varietis of Religion Experience, The Meaning of
Truth, dan beberapa karya lainnya.
Selama
tahun-tahun itu, dia hanya bisa membayangkan bagaimana kehidupan di sekolah
sebenarnya. Setelah mendalami seni selama beberapa tahun, dia menyadari bahwa
seni bukanlah bidangnya, dan pada tahun 1861 dia masuk ke Lawrence Scientific
School di Cambridge, yang memberikan karir di bidang sains dan koneksi dengan
Universitas Harvard yang terus berlangsung seumur hidupnya.
Saat berusia
35 tahun, dia telah menjadi dosen di universitas ini. Dia menjadi instruktur
fisiologi dan anatomi selama 7 tahun, guru besar filsafat selama 9 tahun, dan
menjadi guru besar psikologi sampai 10 tahun terakhir dia mengajar, saat dia
kembali lagi mengajar filsafat. James adalah penulis yang produktif dan
berbakat dibidang filsafat, psikologi dan pendidikan, dan pengaruhnya pada
kehidupan pendidikan di Amerika sangatlah mengesankan. Karya terbesar dan
paling berpengaruhnya, The Principles Of Psychology (Dasar-dasar
Psikologi), yang diterbitkan tahun 1980, nantinya akan menjadi materi
pendidikan. Pemikirannya terhadap pendidikan dan pandangannya terhadap cara
kerja pengajar dapat dilihat di karyanya yang terkenal Talks to Teacher.
Selain sangat terkenal, buku-buku ini memberikan pengaruh yang besar terhadap
pendidikan dan pengajarnya. Teori dan praktek pendidikan, adalah hutang
terbesar Amerika kepada “ Bapak Pendidikan Psikologi Modern” ini.
William
James adalah seorang yang individualis. Didalam bukunya Talks to Teacher
tidak terdapat pernyataan mengenai pendidikan sebagai fungsi sisa. Baginya
pendidikan lebih cenderung kepada “ organisasi yang ketertarikan mendalam
terhadap tingkah laku dan ketertarikan akan kebiasaan dalam tingkah laku dan
aksi yang menempatkan individual pada lingkungannya”. Teori perkembangan
diartikannya sebagai susunan dasar dari pengalaman mental untuk bertahan hidup.
Pemikirannya ini dipengaruhi oleh insting dan pengalamannya mempelajari
psikologi hewan dan doktrin teori evolusi biologi. Ketertarikan James akan
insting dan pemberian tempat untuk itu dalam pendidikan, menjadikan para
pembaca bukunya percaya akan salah satu tujuan terpenting didalam pendidikan
adalah memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mengikuti instingnya. Yang
nantinya akan menjadi peribahasa teori pendidikan. “ Bekerjasamalah dengan
insting, jangan melawannya”. Pembaca yang lebih teliti dapat menemukan tulisan
yang lebih menguatkan akan hal ini, tapi ketidakraguannya ditunjukkannya
melalui pernyataan-pernyataannya bahwa persatuan para psikolog telah salah
mengenali kekuatan insting didalam kehidupan manusia.
Teori James
akan insting sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada
pelaksanaannya. Mengesampingkan pernyataannya mengenai perubahan insting, yang
berlawanan dengan diskusinya pada “Iron Law of Habit/Hukum Utama Kebiasaan”
dan kepercayaannya akan tujuan dasar pendidikan sebagai pengembangan awal
kebiasaan individual dan kelompok, dalam pembentukan masyarakat yang lebih
sempurna. Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah
mengumpulkan semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan
pendidikan adalah organisasi pengenalan kebiasaan seagai bagian dari diri untuk
menjadikan pribadi yang lebih baik. Sumbangan James yan paling berpenaruh
terhadap metode pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan. James
mengtakan: `
“Hal yang
paling utama, disemua tingkat pendidikan, adalah untuk membuat ketakutan kita
menjadi sekutu bukan menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali kebutuhan
kita dan memenuhi kebutuhan dalam hidup. Untuk itu kita harus terbiasa, secepat
mungkin, semampu kita, dan menjaga diri dari jalan yang memberi kerugian kepada
kita, seperti kita menjaga diri dari penyakit. Semakin banyak dari hal itu
didalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita lakukan dengan terbiasa, semakin
banyak kemampuan pemikiran kita yang dapat digunakan untuk hal yang penting
lainnya.”
Pragmatisme
merupakan sebuah gerakan pemikiran yang khas Amerika. Nama pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti
tindakan. Hal ini sesuai dengan pola pemikiran pragmatisme sendiri, yang
menitikberatkan pada tindakan manusia. Pada dasarnya pragmatisme lebih menekankan kepada metode dan pendirian daripada suatu
filsafat sistematis, yaitu suatu metode penyelidikan eksperimental yang
diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu pelopor pragmatisme adalah Charles S.
Peirce.
2. Konsep
Kebenaran Pragmatis
Mengenai
kebenaran, ada satu kalimat dari William James yang cukup padat dalam
menggambarkannya, yaitu “truth happens to an idea”.
Berbeda dengan konsepsi tradisional mengenai kebenaran yang memandang kebenaran
sebagai sesuatu yang pasti dan tetap, James meyakini bahwa kebenaran itu
terjadi pada suatu gagasan. Dalam hal ini, kebenaran dipahami sebagai sesuatu
yang dinamis. Maka kebenaran suatu gagasan tidaklah dikatakan sebagai “benar”,
melainkan “menjadi benar”. Hal ini ditakar dari efek-efek praktis dan tindakan
yang mengikuti gagasan tersebut.
Sebuah
gagasan dinilai benar, jika mengarahkan manusia pada suksesnya suatu tindakan.
Dengan kata lain, jika gagasan itu mengarahkan kita pada tindakan yang membawa
manfaat. Bagi James, benar dan bermanfaat merupakan satu hal yang sama. You
can say of it then either that ‘it is useful because it is true’ or that ‘it is
true because it is useful’. Hal ini berkaitan dengan
verifikasi yang dikenakan kepada suatu gagasan untuk menguji apakah gagasan itu
benar atau tidak.
Secara
sederhana, proses verifikasi terhadap suatu gagasan dapat dipahami dengan dua
cara pandang, yaitu prospektif dan retrospektif. Secara prospektif, gagasan itu
benar jika mengarahkan kita untuk melakukan suatu tindakan. Dalam hal ini,
proses verifikasi dimulai, dan gagasan tersebut memiliki kemungkinan untuk
terbukti benar. Secara retrospektif, proses verifikasi telah mencapai hasilnya.
Jika hasil tersebut bermanfaat, maka gagasan tadi merupakan gagasan yang benar.
Lebih lanjut William James menyatakan bahwa “True is the name for whatever
idea starts the verification-process, useful is the name for its completed
function in experience”. Dari penjelasan ini
terlihat bahwa bagi William James, isi dari sebuah gagasan atau ungkapan
tidaklah penting, sepanjang gagasan tersebut mengarahkan kita untuk melakukan
suatu tindakan yang akan membuahkan kesuksesan.
Terlihat
pula bahwa bagi James, kemauan mendahului kebenaran, di mana kemauan itu
disertai dengan kehendak untuk percaya. Hal ini dikarenakan kebenaran merupakan
sesuatu yang diaktualisasikan oleh manusia kepada gagasan tertentu yang ia
jadikan pedoman untuk tindakannya.
3. Psikologi Agama dalam Cara Pandang Pragmatisme
Para pemikir yang membahas religiousitas dan spiritualitas manusia
selalu berusaha menunjukkan keberadaan Tuhan dengan berbagai argumen rasional.
Namun, bagi pragmatisme, pertanyaan yang lebih mendasar adalah apakah kegunaan
dari kepercayaan kita terhadap adanya Tuhan?
Gagasan mengenai adanya Tuhan dan kepercayaan terhadap agama merupakan
gagasan yang benar jika memiliki efek-efek praktis. Tindakan manusialah yang
akan membuktikan apakah keyakinannya terhadap Tuhan merupakan suatu kebenaran.
Dalam hal ini, keyakinan kita kepada Tuhan dan agama memang diperlukan, karena
dengan keyakinan tersebut manusia akan memiliki ketenangan dalam menghadapi
kehidupannya. Dengan ketenangan itulah ia akan bisa melakukan tindakan-tindakan yang
berguna dengan cara yang “benar”. Doktrin-doktrin agama benar, jika perbuatan
para penganutnya sesuai dengan doktrin tersebut dan terarah pada suatu
kesuksesan dalam bertindak.
4.
Pendidikan dari Sudut Pandang Pragmatisme
Menurut
filsafat Pragmatisme, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata
bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah pragmaticisme ini diangkat
pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin
pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978. Diakui
atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir
bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek
kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan.
Salah satu tokoh
sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah
John Dewey (1859 - 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis
pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai
popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan
pendidikan.
Kaum
pragmatis adalah manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak
terjerumus dalam pertengkaran ideologis yang mandul tanpa isi, melainkan secara
nyata berusaha memecahkan masalah yang dihadapi dengan tindakan yang konkrit.
Karenanya, teori bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak,
bukan untuk membuat manusia terbelenggu dan mandeg dalam teori itu sendiri.
Teori yang tepat adalah teori yang berguna, yang siap pakai, dan yang dalam kenyataannya
berlaku, yaitu yang mampu memungkinkan manusia bertindak secara praktis.
Kebenaran suatu teori, ide atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian
abstrak yang muluk-muluk, melainkan didasarkan pada pengalaman, pada
konsekuansi praktisnya, dan pada kegunaan serta kepuasan yang dibawanya.
Pendeknya, ia mampu mengarahkan manusia kepada fakta atau realitas yang
dinyatakan dalam teori tersebut.
Pragmatisme
mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan
prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis,
pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnya
fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita,
filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi
praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi
melainkan hubungan nyata pada pendekatan masalah yang dihadapi masyarakat.
Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan
atau strategi terbukti benar apabila berhasil memecahkan masalah yang ada,
mengubah situasi yang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga
keraguan dan keresahan tersebut hilang.
Dalam kedua
sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan segi-segi positifnya.
Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini muncul
masalah, karena pragmatisme membuang diskusi tentang dasar pertanggungjawaban
yang diambil sebagai pemecahan atas masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya
tampak pada penolakan kaum pragmatis terhadap perselisihan teoritis,
pertarungaan ideologis serta pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan, demi
sesegera mungkin mengambil tindakan langsung. Dalam kaitan dengan dunia
pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian yang tetap terhadap
persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap yang
teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang
praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Proporsionalisasi
yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan
materialisme terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan
juga tidak dapat mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian
yang terjadi berarti pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak
memiliki konsekuansi praktis.
5.
Kesimpulan dan Catatan Kritis
Pragmatisme
William James menawarkan sebuah konsep baru dalam memandang kebenaran. Ia
menolak kebenaran sebagai sesuatu yang sifatnya statis, yang dikandung oleh
suatu gagasan. Hal ini menimbulkan implikasi, bahwa kebenaran tidak bersifat
mutlak, melainkan berubah-ubah. Pandangan ini juga mengarahkan cara pandang
kita untuk menganggap gagasan-gagasan hanya sebagai instrumen atau alat untuk
mencapai maksud dan tujuan kita. Dengan demikian, motivasi subjeklah yang akan
menentukan kebenaran suatu gagasan.
Pemikiran
William James di bidang psikologi agama juga menyanggah pandangan-pandangan
tradisional terhadap agama. Bahwa agama merupakan sesuatu yang objektif,
disanggah dengan pemikiran yang juga menginstrumentalisasikan agama. Dengan
demikian, konsep mengenai Tuhan yang otonom dan Mahakuasa juga tertolak. Oleh
karena keyakinan kepada Tuhan juga dipandang sebagai alat semata-mata untuk
meraih tujuan yang lain.
Sumber
Bacaan:
http://www.psychologymania.com/
James, William. Pragmatisme: and Four Essays from
The Meaning of Truth. New York: Meridian Book, 1959.
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.
Titus, Harold H., Marilyn S. Smith, dan Richard T.
Nolan. Persoalan-Persoalan Filsafat. Terj. Prof. Dr. H. M. Rasjidi.
Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Posting Komentar