© Copyright 2014 Duta Glory Community | Irwan Wicaksono | 085728802936 Psikologi Dan Bisnis - All Rights Reserved - http://www.dni.co.id

Ditolong Andong


Andong merupakan alat transportasi tradisional. Keberadaan andong sebagai salah satu warisan kebudayaan di Jawa Tengah menjadi ciri khas tersendiri di kawasan wisata seperti pantai Parangtritis, Candi Borobudur dan tempat lainnya, tak terkecuali di kota Salatiga.
Roni, 50 tahun, warga Salatiga adalah salah satu kusir andong yang masih bertahan hingga kini. Setiap harinya, Roni sering mangkal untuk mencari penumpang di Jalan Sudirman Salatiga. Di tengah era globalisasi dimana bermunculan macam-macam alat transportasi dan makin banyaknya orang yang memiliki kendaraan pribadi, tentu saja sulit bagi kusir andong seperti Roni untuk mencari nafkah.
sgdLelaki empat anak ini menjadi kusir sejak 30 tahun yang lalu. Setelah hijrah dari kota Solo dirinya awalnya bertani di sawah. Namun karena kebuthan ekonomi keluarga yang harus dipenuhi tidaklah cukup hanya dengan bertani saja, Roni harus memutar otak untuk mendapat penghasilan tambahan. Dengan bermodalkan satu ekor kuda yang dia beli dari kota Solo diapun mencoba peruntungannya sebagai seorang kusir andong.
Tidaklah mudah menjadi kusir andong. Selain juga harus pintar dalam mencari penumpang, Roni juga tidak bisa melupakan begitu saja kuda peliharaannya. Kuda itulah alat utama dalam mengais rejeki. Dia selalu merawat serta memperhatikan kesehatan kudanya. Untuk memberi makan kudanya, Roni membawa kudanya di dekat padang rumput dekat sawahnya sehingga dia dapat bertani sambil memberi makan kuda kesayangnnya tersebut.
Awal sebagai kusir andong, Roni bisa mendapatkan penghasilan lebih waktu itu. Diapun bisa menamatkan keempat anaknya dari banku SMA. Tidak hanya sampai disitu saja, diapun bisa menikahkan keempat anaknya.
Namun nasib baiknya tidak dapat lagi dia rasakan belakangan ini. Banyaknya alat ransportasi lain, juga banyaknya orang yang memiliki kendaraan bermotor membuat andong sepi penumpang. Akibatnya hanya sedikit kusir andong yang bertahan dari keadaan tersebut saat ini. Dan Roni adalah salah satu yang bisa bertahan.
“Dulu untuk pergi ke pasar atau ke tempat lain, tapi sekarang hanya untuk jalan-jalan saja”. Keterangan Roni tersebut menggambarkan bahwa andong sekarang ini tidak seperti dulu lagi dimana dulu andong digunakan untuk trnsportasi umum. Namun sekarang andong lebih mengarah ke transportasi wisata.
Untuk sekali naik andong dan jalan-jalan menikmati keindahan kota Salatiga Roni mematok harga 25 ribu rupiah. Dalam satu hari penghasilan rata-rata Roni tidak bisa ditentukan. Terkadang dia tidak mendapat penumpang sama sekali, bahkan kadang dia juga tidak menarik andong. Namun lain halnya ketika malam minggu atau hari libur lainnya. Roni bisa meraup 75-100 ribu rupiah dalam satu hari.
“Kerja keras, pasrah ngalah.” Begitulah menurut Roni kunci selama ini bisa bertahan dalam menjalani pekerjaannya. Tentu saja semakin lama, semakin sepi pula penumpang andong. Namun dia tidak menyerah begitu saja.
Dalam era modernisasi seperti sekarang ini, tidak banyak yang bertahan sebagai sopir andong seperti Roni. Kebanyakan dari mereka lebih memilih pekerjaan lain. Jarang ada orang yang setia dengan apa yang dia kerjakan. “ikhlas, kerja untuk keluarga”. Nanti rejeki pasti datang dengan sendirinya”.
Roni merasa tidak malu dan tidak pernah menyesal menjadi kusir andong. Dia sangat mencintai apa yang dia kerjakan sekarang ini untuk menghidupi keluarganya. “kalau saya dulu tidak nyambi jadi kusir andong, mungkin anak saya tidak bisa tamat sekolah dan mendapat pekerjaan. Bisa dibilang saya telah ditolong andong saya ini.”. ungkapnya menutup pembicaraan.